Rabu, 18 September 2013

Kelas Akselerasi

Sejak RSBI/RMBI dinyatakan terlarang atau bubar oleh Mahkamah Konstitusi pada awal tahun 2013, banyak sekolah/madrasah pelaksana RSBI/RMBI kebingungan untuk mengembangkan layanan unggulan di sekolah. Pada tahun 2010, Direktorat PSMP pernah mengeluarkan surat larangan kepada SMP yang menjadi rintisan RSBI untuk menutup semua program-program unggulan yang ada termasuk AKSELERASI. Asosiasi CI+BI Nasional kemudian merespon surat larangan tersebut dengan menulis kepada Direktur PSMP Kemendiknas dan Dirjen Dikdasmen (waktu itu), yang mempertanyakan keluarnya larangan tersebut dan meminta berdialog.
Dalam dialog tersebut diperoleh temuan bahwa Direktur PSMP tidak memahami dengan benar apa yang dimaksud dengan AKSELERASI dan beliau menerima informasi yang salah dari seorang oknum konsultan yang bernama KH. KH ini juga merupakan adik dari ESY konsultan pada direktorat yang lain, yang juga menginginkan supaya AKSELERASI dibubarkan dengan mengganti menjadi istilah kelas CI atau kelas CI Inklusi. Alhamdulillah sebagian sekolah masih menyadari surat yang keliru itu, dan tetap membuka layanan akselerasi.
Dalam perjalanannya kemudian, ternyata justru RSBI/RMBI yang dibubarkan dan dinyatakan terlarang berdasarkan keputusan Mahkamah KOnstitusi. Munculnya larangan ini membuat sekolah yang punya RSBI melirik AKSELERASI sebagai produk unggulan mereka. Sehingga berlomba-lombalah mereka membuka kelas AKSELERASI, meskipun mereka tidak paham konsep dan bagaimana layanan AKSELERASI dilakukan. Di sebuah kota di Pulau Jawa, sempat walikotanya mengeluarkan larangan membuka kelas aksel di sekolah-sekolah. Tapi kemudian pada awal bulan Juni 2013, justru di kota tersebut didorong untuk membuka kelas AKSELERASI.
Maraknya keinginan sekolah/madrasah untuk membuka layanan AKSELERASI di satu sisi perlu disambut dengan baik, karena memang jumlah sekolah/madrasah yang memberikan layanan ini masih sangat mini, baru mampu menambung sekitar 1% anak usia sekolah yang berpotensi CI+BI. TETAPI jika pemberian layanan dilakukan oleh orang-orang yang tidak paham tentang konsep, kurikulum, pembelajaran, penilaian dan cara pengelolaan program, maka program ini akan sekedar mempercepat penyelesaian studi, tanpa masuk pada hal yang substantive.
Pada sekolah/madrasah yang sekarang ini berjalan saja, masih sedikit yang guru pernah diberikan pelatihan dan bekerja untuk menyusun kurikulum diferensiasi dan pengelolaan AKSELERASI. Di Sumatera Barat, yang pernah berworkshop layanan AKSELERASI adalah SMA Don Bosco Padang, di Jakarta adalah SMAN 81,di Jawa Barat, antara lain: SMPN 1 Tasikmalaya, SMPN 1 Pangandaran dan SDN 07 Ciamis. Di Jawa Tengah antara lain: SMA YSKI Semarang, MTs Assalam Solo, SMAN 1 Purwokerto, SMPN 3 Cilacap. di Jawa Timur : MTs Sumber Bungur di Pamekasan Madura, MTs Denanyar di Jombang, dan MTs Pajarakan di Probolinggo. Di banten: SDI Al Azhar Serpong dan SMP al Azhar Serpong.
Guru yang tidak pernah mendapatkan pelatihan dalam memberikan layanan akselerasi akan berimplikasi mereka memberikan layanan yang keliru dan justru menjadikan anak memiliki beban belajar yang sangat berat.
Oleh karena itu, masyarakat yang ingin memasukan anaknya ke layanan AKSELERASI harus mengecek betul kesiapan sekolah/madrasah tersebut. Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian orang tua yang akan memasukan anaknya ke kelas aksel adalah:
1. Apakah sekolah/madrasah yg bersangkutan telah memiliki ijin membuka kelas aksel. Jika sekolah tidak memiliki ijin, maka keberadaan layanan akselerasi tidak akan diakui dan berakibat siswa tidak bisa ikut ujian nasional maupun ujian masuk perguruan tinggi.
2. Apakah sekolah/madrasah sudah menyusun kurikulum diferensiasi dan melatih guru untuk melakukan pembelajaran dan penilaian yang sesuai karakteristik layanan akselerasi
3. Apakah putra bapak/ibu memiliki IQ min. 130 dengan skala weschler, yang diuji oleh psikolog dari perguruan tinggi dan biro psikologi yang terakreditasi oleh BNSP?…jika ternyata putra bapak/ibu memiliki IQ di bawah 130, jangan menerima tawaran itu, karena berisiko putra bapak/ibu tidak bisa mengikuti ujian nasional.
4. Para orang tua jangan mau anaknya dilatih terlebih dahulu sebelum mengikuti psikotes. Karena psikotes bukan seperti ujian yang mencari nilai setinggi-tingginya, tetapi psikotes merupakan cara untuk mengetahui seorang anak, apakah mereka tepat untuk mengikuti program AKSELERASI, atau lebih tepat di program regular.
5. Jangan ragu bertanya kepada Asosiasi CI+BI Nasional terkait dengan layanan akselerasi.
Apabila orang tua/masyarakat bersikap kritis dan mau melakukan pengecekan dengan benar, Insya Allah mereka akan terhindar dari layanan AKSELERASI yang tidak sesuai. Dengan ini pula, eksistensi layanan AKSELERASI akan dapat dijaga dari gangguan dan rongrongan segelintir orang yang ingin mengambil keuntungan materi dari layanan AKSELERASI, tetapi melanggar hal-hal yang mendasar. Sehingga dapat berimplikasi menguatnya sebagian kecil orang yang menghendaki layanan AKSELERASI dibubarkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar